Tantangan Media di Era Digital



Oleh: Atanasius Rony Fernandez

Media massa belakangan ini harus berhadapan dengan tantangan di era digital. Terutama bagi media tradisional atau konvesional, seperti media cetak maupun elektronik. Masifnya penggunaan internet menjadi tantangan tersendiri media massa nasional maupun internasional. Tidak hanya sekadar pada perubahan bentuk media dalam wujud media berbasis internet atau dalam jaringan (Daring) atau online. Media massa juga dituntut untuk menyajikan berita dengan cepat kepada pembaca.
Pesatnya perkembangan teknologi internet memberikan kemudahan bagi seseorang dalam mengakses informasi. Hal ini malah menghadirkan kesulitan kepada media cetak. Media cetak yang membutuhkan waktu untuk mencetak dan menyajikan kepada pembaca harus bersaing dengan berita online. Dalam hitungan menit, media online dapat menghadirkan berita aktual kepada pembaca.
Terlebih lagi dengan perkembangan media sosial yang semakin diminati, media-media online menemukan tempatnya dan diminati oleh warganet. Kecenderungan pengiklanpun mulai mengalihkan pemasangan iklan ke media online. Dengan kenyataan ini, media cetak semakin kesulitan dalam menutupi ongkos cetaknya. Tak jarang juga berdampak kepada eksistensi media cetak.
Di Indonesia tercatat sejumlah media cetak yang sebelumnya cukup diperhitungkan malah tutup, atau ada yang beralih dengan hanya fokus pada pengembangan media online. Beberapa contohnya, Tabloid Bola yang berhenti berproduksi. Harian Jurnal Nasional (Jurnas) juga tutup, begitu pula dengan harian Sinar Harapan. Bahkan Koran Tempo menutup edisi hari Minggunya, dan belakangan ini mulai menghentikan pendistribusian di luar Pulau Jawa dengan menggantinya dengan versi digital.
Tidak hanya media cetak itu saja, beberapa media cetak lainnya di Indonesia juga terpaksa harus gulung tikar. Kecenderungan seperti ini tidak saja terjadi di Indonesia. Di Amerika, fenomena  media cetak yang beralih ke digital juga terjadi. Dikutip dari Tempo.co, beberapa media cetak di Amerika yang tutup atau beralih ke format daring, antara lain Tribune Co, The New York Times, Majalah Newsweek, Majalah Reade’s Digest, dan Rocky Mountain News.
Redaktur pelaksana New York Times, Jill Abramson seperti dikutip dari Tempo.co,  mengatakan pada awal Juni  2009 lalu sekitar  40 koran di Amerika telah menghadapi kebangkrutan. Disebutkan krisis ekonomi dan internet menjadi hantaman ganda bagi industri koran di Amerika.
Berbagai kenyataan ini menjadi tantangan tersendiri bagi media massa cetak di Indonesia dan global secara umum. Media massa harus bisa bersaing dan menyajikan berita dengan kecepatan serta keakuratan, dan mampu menjawab keinginan masyarakat dalam memperoleh informasi yang menyeluruh dan mencerahkan.
Di era digital, di mana informasi yang beredar berkembang dengan begitu cepat. Kehadiran informasi tumpah ruah dalam sekali klik di laman-laman portal berita online atau beragam media sosial, menjadi tantangan tersendiri bagi media massa. Dengan kenyataan banjirnya informasi itu, berita hoaks (fake news) atau berita bohong juga turut membanjiri jagat dunia maya.
Masyarakat akan mudah terjebak pada kegaduhan informasi, keresahan dan rasa saling tidak percaya akan muncul di benak masyarakat ketika dihantui dengan informasi hoaks. Di situlah kemudian jurnalisme seharusnya hadir memberikan pencerahan. Ketika jutaan orang terberdayakan dengan arus informasi yang bebas, jurnalis sebaiknya menyampaikan informasi yang jernih dan sesuai dengan realita yang terjadi.
Pers harus bisa menyediakan informasi yang benar-benar tepat, mampu menyajikan informasi sesuai dengan salah satu prinsip jurnalisme yaitu keberimbangan. Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam bukunya berjudul Sembilan Elemen Jurnalisme menyebutkan tujuan pertama di antara tujuan-tujuan jurnalisme yang lain adalah menyediakan informasi yang diperlukan orang agar bebas dan bisa mengatur diri sendiri. Untuk memenuhi tugas itu, kewajiban pertama jurnalisme adalah kebenaran.
Berbagai perubahan itu memang senantiasa akan terjadi. Pengelola media dan jurnalis harus mencari cara untuk bisa beradaptasi pada informasi yang bergerak dengan cepat, sekaligus mampu menyajikan berita dengan mengedepankan informasi yang tepat kepada pembaca. Anggota Dewan Pers, SH Sarundajang dalam opininya di Harian Kompas (15/5/2017) menyampaikan, yang harus kita sadari juga bahwa perubahan dan transformasi akan terus terjadi. Kemampuan untuk beradaptasi adalah hal yang sangat penting untuk mengantisipasinya dan jika perlu, lakukanlah revitalisasi.
Media massa tradisional atau konvensional di Indonesia mesti terbuka dengan kenyataan perubahan yang terjadi saat ini. Dunia digital tak bisa dielakkan, namun informasi yang tepat dan mengusung kebenaran juga tidak bisa diabaikan. (*)

Komentar